sumber: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/9/9f/NesjavellirPowerPlant_edit2.jpg/280px-NesjavellirPowerPlant_edit2.jpg
Energi Panas Bumi (Geothermal Energy)
Energi panas bumi, adalah energi panas yang tersimpan dalam batuan di bawah permukaan bumi dan fluida yang terkandung di dalamnya. Energi panas bumi telah dimanfaatkan untuk pembangkit listrik di Italy sejak tahun 1913 dan di New Zealand sejak tahun 1958. Pemanfaatan energi panas bumi untuk sektor non‐listrik (direct use) telah berlangsung di Iceland sekitar 70 tahun. Meningkatnya kebutuhan akan energi serta meningkatnya harga minyak, khususnya pada tahun 1973 dan 1979, telah memacu negara‐negara lain, termasuk Amerika Serikat, untuk mengurangi ketergantungan mereka pada minyak dengan cara memanfaatkan energi panas bumi. Saat ini energi panas bumi telah dimanfaatkan untuk pembangkit listrik di 24 Negara, termasuk Indonesia. Di samping itu fluida panas bumi juga dimanfaatkan untuk sektor non‐listrik di 72 negara, antara lain untuk pemanasan ruangan, pemanasan air, pemanasan rumah kaca, pengeringan hasil produk pertanian, pemanasan tanah, pengeringan kayu, kertas dll.
Energi Panas Bumi di Indonesia
Di Indonesia usaha pencarian sumber energi panas bumi pertama kali dilakukan di daerah Kawah Kamojang pada tahun 1918. Pada tahun 1926 hingga tahun 1929 lima sumur eksplorasi dibor dimana sampai saat ini salah satu dari sumur tersebut, yaitu sumur KMJ‐3 masih memproduksikan uap panas kering atau dry steam. Pecahnya perang dunia dan perang kemerdekaan Indonesia mungkin merupakan salah satu alasan dihentikannya kegiatan eksplorasi di daerah tersebut.
Kegiatan eksplorasi panas bumi di Indonesia baru dilakukan secara luas pada tahun 1972. Direktorat Vulkanologi dan Pertamina, dengan bantuan Pemerintah Perancis dan New Zealand melakukan survey pendahuluan di seluruh wilayah Indonesia. Dari hasil survey dilaporkan bahwa di Indonesia terdapat 217 prospek panas bumi, yaitu disepanjang jalur vulkanik mulai dari bagian Barat Sumatera, terus ke Pulau Jawa, Bali, Nusatenggara dan kemudian membelok ke arah utara melalui Maluku dan Sulawesi. Survey yang dilakukan selanjutnya telah berhasil menemukan beberapa daerah prospek baru sehingga jumlahnya meningkat menjadi 256 prospek, yaitu 84 prospek di Sumatera, 76 prospek di Jawa, 51 prospek di Sulawesi, 21 prospek di Nusatenggara, 3 prospek di Irian, 15 prospek di Maluku dan 5 prospek di Kalimantan. Sistim panas bumi di Indonesia umumnya merupakan sistim hidrothermal yang mempunyai temperatur tinggi (>225 C), hanya beberapa diantaranya yang mempunyai temperatur sedang (150‐225 C).
Terjadinya sumber energi panas bumi di Indonesia serta karakteristiknya dijelaskan oleh Budihardi (1998) sebagai berikut. Ada tiga lempengan yang berinteraksi di Indonesia, yaitu lempeng Pasifik, lempeng India‐Australia dan lempeng Eurasia. Tumbukan yang terjadi antara ketiga lempeng tektonik tersebut telah memberikan peranan yang sangat penting bagi terbentuknya sumber energi panas bumi di Indonesia.
Tumbukan antara lempeng India‐Australia di sebelah selatan dan lempeng Eurasia di sebelah utara mengasilkan zona penunjaman (subduksi) di kedalaman 160 ‐ 210 km di bawah Pulau Jawa‐
Nusatenggara dan di kedalaman sekitar 100 km (Rocks et. al, 1982) di bawah Pulau Sumatera. Hal ini menyebabkan proses magmatisasi di bawah Pulau Sumatera lebih dangkal dibandingkan dengan di bawah Pulau Jawa atauNusatenggara. Karena perbedaan kedalaman jenismagma yang dihasilkannya berbeda. Pada kedalaman yang lebih besar jenis magma yang dihasilkan akan lebih bersifat basa dan lebih cair dengan kandungan gas magmatik yang lebih tinggi sehingga menghasilkan erupsi gunung api yang lebih kuat yang pada akhirnya akan menghasilkan endapan vulkanik yang lebih tebal dan terhampar luas. Oleh karena itu, reservoir panas bumi di Pulau Jawa umumnya lebih dalam dan menempati batuan volkanik, sedangkan reservoir panas bumi di Sumatera terdapat di dalam batuan sedimen dan ditemukan pada kedalaman yang lebih dangkal.
Sistim panas bumi di Pulau Sumatera umumnya berkaitan dengan kegiatan gunung api andesitis‐riolitis yang disebabkan oleh sumber magma yang bersifat lebih asam dan lebih kental, sedangkan di Pulau Jawa, Nusatenggara dan Sulawesi umumnya berasosiasi dengan kegiatan vulkanik bersifat andesitis‐basaltis dengan sumber magma yang lebih cair. Karakteristik geologi untuk daerah panas bumi di ujung utara Pulau Sulawesimemperlihatkan kesamaan karakteristik dengan di Pulau Jawa.
Akibat dari sistem penunjaman yang berbeda, tekanan atau kompresi yang dihasilkan oleh tumbukan miring (oblique) antara lempeng India‐Australia dan lempeng Eurasia menghasilkan sesar regional yang memanjang sepanjang Pulau Sumatera yang merupakan sarana bagi kemunculan sumber‐sumber panas bumi yang berkaitan dengan gunung‐gunung api muda. Lebih lanjut dapat disimpulkan bahwa sistim panas bumi di Pulau Sumatera umumnya lebih dikontrol oleh sistim patahan regional yang terkait dengan sistim sesar Sumatera,sedangkan di Jawa sampai Sulawesi,sistim panas buminya lebih dikontrol oleh sistim pensesaran yang bersifat lokal dan oleh sistim depresi kaldera yang terbentuk karena pemindahan masa batuan bawah permukaan pada saat letusan gunung api yang intensif dan ekstensif. Reservoir panas bumi di Sumatera umumnya menempati batuan sedimen yang telah mengalami beberapa kali deformasi tektonik atau pensesaran setidak‐tidaknya sejak Tersier sampai Resen. Hal ini menyebabkan terbentuknya porositas atau permeabilitas sekunder pada batuan sedimen yang dominan yang pada akhirnya menghasilkan permeabilitas reservoir panas bumi yang besar, lebih besar dibandingkan dengan permeabilitas reservoir pada lapangan‐lapangan panas bumi di Pulau Jawa ataupun di Sulawesi.
Kemandirian di Bidang Panas Bumi
Untuk energi panas bumi, dalam ”Road Map Pengelolaan Energi Nasional”, Pemerintah menetapkan rencana peningkatan pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia secara bertahap, dari 807 MWe pada tahun 2005 hingga 9500 MWe pada tahun 2025, yaitu 5% dari bauran energi tahun 2025 atau setara 167,5 juta barrel minyak. Pada saat ini kapasitas pembangkit listrik panas bumi Indonesia baru mencapai 1.169 MW. Direncanakan pada tahun 2014 kapasitasnya akan meningkat menjadi 4.733 MW, yaitu 2.137 MWe untuk area Jawa‐Bali dan 2.596 MW untuk area luar Jawa‐Bali. Dilihat dari sisi potensi, Indonesia diperkirakan mempunyai sumber daya panas bumi dengan potensi listrik sebesar 27.510 MWe, sekitar 30‐40% potensi panas bumi dunia, dengan potensi cadangan 14.172 MWe, terdiri dari cadangan terbukti 2.287 MWe, cadangan mungkin 1.050 MWe dan cadangan terduga 10.835 MWe
Pengembangan panas bumi hingga saat ini didominasi oleh perusahaan nasional, yaitu PT Pertamina Geothermal Energy (PT PGE). Pada saat ini PT PGE merupakan perusahaan panas bumi yang memiliki hak pengelolaan Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Panas Bumi paling banyak di Indonesia, yaitu 15 (lima belas) WKP. Dari 15 (lima belas WKP), ada 3 (tiga) WKP dikerjasamakan oleh PT PGE dengan mitra asing. Disamping oleh PT PGE, ada beberapa WKP Panas Bumi yang hak pengelolaannya ada pada PT PLN. Peningkatan produksi dan capacity building melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan penguasaan teknologi harus terus dilakukan agar kemandirian di bidang panas bumi dapat diwujutkan Untuk mencapai target 2014, Pemerintah telah/akan melelang 18 (delapan belas) WKP baru.Untuk mencapai target 2025 masih banyak WKP lain yang akan dilelang karena hasil eksplorasi pendahuluan mengindikasikan adanya 255 geothermal area di Indonesia yang sangat potensial untuk pembangkit listrik.
Mengingat potensi panas bumi dunia yang terbesar terdapat di Indonesia dan sifat sistem panas bumi yang sangat site specifik, sudah semestinya pengembangan lapangan panas bumi Indonesia dikembangkan oleh perusahaan nasional dengan menggunakan tenaga ahli Indonesia yang diakui kepakarannya tidak hanya di dalamnegeritetapi juga di dunia Internasional.
Salah satu power station geothermal di Indonesia : (WAYANG WINDU)
Sumber : http://www.greenprospectsasia.com/sites/default/files/images/august2012_pix/pg28_wayang_windu.png
Tidak ada komentar:
Posting Komentar